MAHKAMAH konstitusi (MK) memutuskan menolak keseluruhan gugatan uji materi atau judicial review (JR) Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait Pernikahan Beda Agama. Gugatan yang dilayangkan oleh seorang pria bernama E. Ramos Petege, terdaftar dengan nomor perkara 71/PUU-XX/2022. Ramos menggugat UU Perkawinan yang mewajibkan pernikahan dilakukan oleh umat yang memeluk agama yang sama.
Dalam hal ini, Ramos merupakan umat Katolik asal Papua, dia mengajukan uji materi UU Perkawinan, setelah gagal menikahi perempuan beragama Islam. Pernikahan Ramos dengan kekasihnya terhalang lantaran Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa “perkawinan dikatakan sah, bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Menurut Ramos, ketentuan itu membuatnya ia kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, karena ia mesti berpindah agama, bila mau menikahi kekasihnya yang berbeda agama.
Merespons gugatan itu, MK memandang pokok permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan, bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.
Sumber : Tempo.co | Editor : TMC