JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022, terkait mantan narapidana kasus korupsi, baru dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, setelah 5 tahun bebas dari penjara. “KPU perlu segera mencantumkan ketetapan atas putusan MK tersebut, dalam Peraturan KPU (PKPU). Karena Putusan MK merupakan bagian dari undang-undang yang mengikat,” jelas Guspardi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/12).
Ditegaskannya, Pemilu 2024 merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang di dalamnya hanya mengatur mengenai narapidana secara umum. Oleh karenanya, menurut Guspardi, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus konsisten dan tunduk kepada keputusan pengadilan, yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “inkracht”.
“KPU jangan menambah atau mengurangi serta melakukan pemaknaan sendiri. Lakukan saja sebagaimana apa yang diputuskan MK,” ucap Guspardi seraya menerangkan, ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu, perlu diselaraskan dengan memberlakukan masa menunggu jangka waktu 5 tahun, setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara, berdasar pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain itu, sambungnya, perlu adanya kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya, sebagai mantan terpidana sebagai syarat calon anggota DPR, DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. “Karena itu MK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang, telah memberikan pendapat hukum melalui putusan nya mengenai aturan, terhadap mantan narapidana korupsi yang mendaftarkan diri sebagai calon legislator, tertuang dalam Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu, tidak perlu berkonsultasi dengan Komisi II DPR terkait Putusan MK, KPU cukup masukkan amar Putusan MK ke dalam PKPU secara utuh, tanpa menambah norma baru terhadap pasal yang telah diputuskan.
Sebelumnya pada Rabu (30/11), MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang diajukan oleh karyawan swasta Leonardo Siahaan, yakni terkait larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi atau koruptor, untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama 5 tahun, sejak ia dibebaskan atau keluar dari penjara.
Menurut MK, norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur hal tersebut, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi beberapa persyaratan.
Di antaranya, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Sumber : Antara News.com | Editor : TMC