JAKARTA – Mantan ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), RI Bambang Eka Cahya mengaku prihatin, melihat kinerja lembaga yang pernah dipimpinnya itu. Dia menilai, Bawaslu RI saat ini hanya diam terkait dugaan kecurangan dilakukan KPU, yang meloloskan partai politik tertentu sebagai peserta Pemilu 2024. “Aneh sekali, ada peristiwa begitu besar, tapi tidak ada suara apa pun dari Bawaslu,” kata Bambang dalam sebuah diskusi daring, Selasa (7/2/2023).
Keprihatinan Bambang semakin dalam, ketika dugaan kecurangan yang ditemukan dan diadvokasi oleh koalisi masyarakat sipil, bukan oleh Bawaslu. Padahal, Bawaslu adalah lembaga resmi memiliki aparat sampai tingkat daerah untuk mengusut dugaan kecurangan. “Saya sangat prihatin kenapa temuan ini tidak datang dari Bawaslu. Ini menggelisahkan buat saya, terus terang,” ujar Bambang.
“Bawaslu tidak mengambil poin penting dalam menjaga integritas pemilu dalam proses ini, justru masyarakat sipil yang mengambil peran itu,” ucapnya heran. Karenanya, Bambang mendorong Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk meminta keterangan terhadap Bawaslu dalam persidangan perkara dugaan kecurangan itu. DKPP harus mengetahui apa saja yang sudah dilakukan Bawaslu, dalam mengusut dugaan tersebut.
DKPP akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), terkait dugaan kecurangan tersebut di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (8/1/2023) pukul 10.00 WIB. Sidang perdana ini agendanya adalah mendengar keterangan pengadu, teradu, saksi, dan pihak terkait. Pihak Pengadu adalah dari anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe sendiri yakni Jeck Stephen Seba, lewat kuasa hukumnya membuat aduan pada 21 Desember 2022, didampingi Koalisi Kawal Pemilu Bersih.
Jeck mengadukan 10 orang yakni 3 komisioner KPU Sulawesi Utara, 2 pejabat kesekretariatan KPU Sulawesi Utara, 3 komisioner KPU Kepulauan Sangihe, satu pejabat kesekretariatan KPU Kepulauan Sangihe, dan Komisioner KPU RI Idham Holik. Jadi ada 9 penyelenggara pemilu daerah diadukan, karena diduga memanipulasi data berita acara hasil verifikasi partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), dalam kurun waktu 7 November sampai 10 Desember 2022. Manipulasi data itu diduga dilakukan untuk mengubah status kelolosan Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh yang awalnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Adapun Komisioner KPU RI Idham Holik diadukan, karena diduga mengancam anggota KPU daerah dengan kalimat, “perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukkan ke rumah sakit”. Pernyataan itu disampaikan di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara, pada awal Desember 2022.
Terkait hal itu, Idham sudah menyampaikan klarifikasi, disampaikan pada akhir Desember 2022, bahwa pernyataan tersebut konteksnya adalah mengingatkan, karena ada anggota KPU daerah yang mengeluh di media sosial terkait masalah internal. Adapun kalimat, “dimasukkan ke rumah sakit” menurutnya hanyalah candaan.
Terpisah, Komisioner KPU Mochammad Afifudin mengatakan, KPU siap memberikan penjelasan atas tudingan dilontarkan sejumlah pihak, soal lembaga penyelenggara pemilu itu melakukan manipulasi data dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. KPU akan memberikan penjelasan, jika partai yang tidak lolos pemilu membuat laporan. “Mungkin ada yang (lapor) ke Bawaslu, ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), kami siap untuk menjelaskan dan memberikan penjelasan dan ditanyakan misalnya oleh partai yang tak masuk,” kata Afifudin kepada wartawan disampaikannya pertengahan akhir tahun lalu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, jika manipulasi data itu benar terjadi, dan pihaknya mendapatkan bukti-buktinya, tentu kasus itu akan ditindaklanjuti sebagai sebuah pelanggaran administrasi. “Kemudian kami akan mengajukannya (melaporkan) ke DKPP,” ujar Bagja dalam kesempatan sama.
Sumber : Republika.co.id | Editor : TMC