Warning: Constant WP_MEMORY_LIMIT already defined in /home/u8660474/public_html/dpdhanurakaltim.com/wp-config.php on line 87
ICW : Pelaku Ubah Frasa Putusan MK Diduga Berkomplot – Web Resmi DPD Hanura Kaltim
Web Resmi DPD Hanura Kaltim
Nasional News POLITIK

ICW : Pelaku Ubah Frasa Putusan MK Diduga Berkomplot

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 31 Januari 2023. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menolak permohonan uji materiil Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama yang diajukan pemohon Ramos Petege, seorang Katolik yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), membongkar dan mengusut tuntas skandal perubahan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus syarat pemberhentian Hakim Konstitusi. Diketahui, pada Oktober 2022, Hakim MK  Aswanto diberhentikan oleh DPR RI, dengan merujuk pada surat pimpinan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. Namun, saat surat yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra itu terdapat frasa yang berubah, antara yang dibacakan dengan yang diunggah situs MK berbeda. Perbedaan frasa itu diprotes, karena bakal memiliki makna yang berbeda dalam pemberhentian Aswanto.

“Peristiwa ini (perubahan bunyi putusan) layak dikategorikan sebagai skandal, karena disinyalir melibatkan pihak berpengaruh di MK. Selain itu, jika benar, skandal tersebut tidak hanya melanggar etik, melainkan juga unsur pidana,” kata aktivis ICW Kurnia Ramadhani, dalam keterangannya, Rabu (8/2).

Lebih lanjut Kurnia menjelaskan, jika dalam proses pemeriksaan mahkamah kehormatan ditemukan ada Hakim Konstitusi terlibat dalam perubahan isi putusan, maka mahkamah kehormatan MK harus menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat terhadap Pelaku. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf C. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023, tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. “Merujuk pada rentetan skandal ini, ICW yakin bahwa pelakunya tidak hanya satu orang, melainkan berkomplot. Besar kemungkinan ada relasi kuasa, baik antara yang melakukan dan yang menyuruh melakukan,” ungkap Kurnia.

Lebih jauh lagi, ICW menduga ada pihak sengaja mengambil keuntungan dari skandal ini. Oleh karenanya, Kurnia mendesak agar majelis kehormatan MK membeberkan 3 hal, pertama, siapa yang melakukan perubahan bunyi putusan MK; kedua, siapa yang menyuruh melakukan; dan ketiga, motif di balik skandal ini. Kurnia lanjut mengingatkan, soal Pasal 15 UU MK, bahwa syarat menjadi Hakim Konstitusi, di antaranya harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela serta bersikap negarawan. Atas dasar itu, jika ada Hakim MK yang terlibat dalam skandal ini, maka sudah tidak layak lagi menjabat sebagai Hakim Konstitusi.

Alasannya, jelas secara sengaja perilaku hakim yang mengubah putusan persidangan adalah perbuatan tercela secara etik, berdimensi pidana, dan amat memalukan. Jika tidak diusut tuntas, skandal ini dikhawatirkan akan semakin mendegradasi citra MK di tengah masyarakat. Berikut ini merupakan penggalan dari surat putusan Ketua MK yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra:

“Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan, karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan…”.

Namun putusan yang dibacakan Saldi itu, berbeda pada frasa awal dengan putusan yang diunggah di situs MK, perbedaannya dilihat dari hurup miring di atas dan berikut ini yakni. “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan…”.

Sumber : Tempo.co | Editor : TMC

 

 

Related posts

Mahfud MD Mengaku Tak Tahu Kabar Anies Akan Ditersangkakan oleh KPK

admin

Said Abdullah : PDIP Yakin Bisa Lawan Koalisi Prabowo

admin

Menteri PUPR: 12 Investor Besar dari Jepang Diundang Pertemuan

admin